Wednesday, October 21, 2009

Lukaku Bukan Lukamu

Sebelumnya terima kasih kawan tapi maaf...
Jangan paksa aku menelan pil pahit itu
Hanya karena kau juga pernah terluka sama sepertiku
Tapi sungguh, itu tak akan menutup lukaku
Kau tahu kenapa...?
Sebab luka kita..meskipun sama-sama mengalirkan darah
Namun tak akan pernah sama...


Kadang, seorang kawan akan setengah memaksakan solusinya kepada sahabatnya, yg dipicu emphaty karena ingin sedikit membantu masalah...namun kadang sang kawan lupa, bahwa individu itu unik, dan masalah yg mendera begitu personal dan 'khusus', tak bisa disamakan satu dengan yang lain

raksaka :ruang kerja yang panas. 21 ok 2009

Tuesday, September 29, 2009

Hidup Berarti

Hidup berarti terjaga dan bertanya
Meski tak selalu kotak pandora terbuka
Sebab tak selamanya setiap tanya menemukan makna
Namun hidup berarti,
Perjalanan yang harus dituntaskan



Bukan untuk sampai ditujuan,
Tetapi untuk kembali
Dan disaat kita kembali nanti...
Masing-masing tangan, kaki, mata, mulut, seluruh tubuh kita
Akan berkisah tentang perjalanan yang meletihkan


Lalu,
Kisah apakah yang ingin kau dengar dari mereka?

Raksaka, Magelang :29/09/09

Monday, September 7, 2009

Belahan Jiwa

Tak pernah ada,
Catatan biografi dirimu dalam katalog ku
Jalan menuju tempatmu belum pernah terpeta dan
Juga tak ada rekam suara yang menangkap nyanyianmu
Tak ada foto, tak ada nama, tak ada tanda



Namun,




Suatu saat nanti...
Tiba-tiba seluruh katalog hanya berisi buku tentangmu
Seluruh kompas hanya menunjuk keberadaanmu
Seluruh suara yang kudengar hanya suaramu
Dan wajahmu akan menjelma menjadi cahaya hari-hariku,
Namamu menjadi pemanis bibirku dan semua itu adalah tanda




Kau, belahan jiwa,
Sempalan rusuk yang hilang... telah kutemukan
Aku yakin itu


Raksaka, 070909

Monday, August 31, 2009

Kehabisan Waktu

Aku sepiring hidangan,
Tersaji di perjamuan :waktu yang lapar!


Argh...!!!

raksaka, selepas buka : 310809


Waktu, tak mau menuggu... ia akan tetap berjalan meski kita peduli atau mengabaikannya. Seringkali, kita tak begitu menghiraukan bahwa setiap detik dari hidup kita tak akan pernah kembali, seringkali kita hanya terdiam menunggu, atau bahkan lebih parah lagi, terdiam karna tak sadar waktu berlalu. Saat menengok kaleder yang kian usang dan mereview apa saja yang telah kita dapatkan dalam hidup ini, sebagian orang ( yang mengabaikan waktu) akan terhenyak seketika : aku kehabisan waktu!!!.

Saturday, August 29, 2009

Aku Rindu Padamu, Tetapi Aku malu

Orang orang mabuk kepayang
Orang orang lalu lalang
Orang orang mendatangimu berbondong-bondong
Dengan bunga, parfum dan perhiasan
Dengan manis dan baju-baju meraka…..

Akupun juga,
AKu rindu padamu, dan ingin datang sesering mungkin tapi,
Aku malu….
Aku tak punya baju yang pantas,
Aku nyaris telajang setelah aku tak tahu lagi,
Masih adakah baju yang kupunya, yang cukup pantas kukenakan untuk menemuimu…?

Tapi Aku rindu padamu….
Jadi biarkan kucintai kau dengan diam-diam
Dari sepiku dan dari balik sunyi dan gelap
Tempat aku menyembunyikan muka darimu

raksaka, 29-08-09

Monday, August 17, 2009

Kangen

Malam hening...
detak jam,
suah pejam....


(Akh,lagi-lagi aku ingat kamu!!!)


raksaka, magelang 2006-2007




Ini juga puisi lama saya, pernah saya posting di sebuah situs puisi, namun sialnya dikerjain hacker katanya, (kayaknya dari turki hackernya) dan hilang begitu saja. Nggak seratus persen seperti ini sih, hehe...abis, dah lama dan seperti yang saya bilang, saya menulis secara otomatis, dan biasanya cepet, bukan karena gaya2 an atau sombong namun begitulah adanya saya menulis sebuah puisi...jika ingin nulis ya langsung nulis, kadang di hp, kadang di buku catatan sekolah/kuliah (sewaktu masih study) atau sembarang tempat

Bulan Yang Tersabit

Sepotong bulan
Tersabit dari langit sepi
Jatuh dalam pengasingan mimpi purba;
janji dan penantian

Dan…..

Bintang-bintangpun mencatat;
luka yang menerbitkan hujan…!

Magelang, 25’03’06




Puisi ini adalah tulisan lama saya, tercecer entah dimana, belakangan ini saya kepikiran untuk mengumpulkan kembali semua puisi-puisi lama saya, ada yang masih tersimpan di data base, dan ada yang tidak. Yang berhasil saya lacak kembali akan saya tempatkan disini, agar tidak hilang. Beberapa yang tidak terlacak rimbanya akan saya coba ingat lagi, sebuah hal yang sulit mengingat saya menulis begitu saja dan saya sendiri orang yang mudah lupa dengan detil.

Wednesday, August 12, 2009

Carpe Diem

William Shakespeare



O mistress mine, where are you roaming?
O stay and hear! your true-love's coming
That can sing both high and low;
Trip no further, pretty sweeting,
Journey's end in lovers' meeting—
Every wise man's son doth know.

What is love? 'tis not hereafter;
Present mirth hath present laughter;
What's to come is still unsure:
In delay there lies no plenty,—
Then come kiss me, Sweet and twenty,
Youth's a stuff will not endure


source: http://www.poemhunter.com/poem/carpe-diem/

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License

Friday, August 7, 2009

Bunga

Sebab bunga hidup bukanlah terbuat dari plastik
Sewajarnya bila dipenghujung kelopaknya layu,
....lalu gugur dari tangkainya

Bolehlah kita menangis sejenak,
Tapi jangan lama-lama
Jadikan wangi yang pernah kaucium itu sebagai pengingat:
Tanah akan selalu menunggu untuk disemai kembali

Dengan cara seperti itu kita menghargai bunga-bunga
Yang layu demi memupuk tanah : untuk kita yang muda-muda

(sebuah puisi belasungkawa yang tak sampai)


Raksaka Nala 070809



Satu lagi, tokoh budaya , anak bangsa yang dedikasinya
tak perlu dipertanyakan berpulang ke Rahmatullah.
Padanya kita patut mengambil tauladan, kecintaannya pada syair menjadi
Inspirasi banyak orang. Namanya menggema di seantero nusantara, bahkan
ke negeri-negeri jauh. Kontribusinya menjadi harta kekayaan khasanah budaya
yang berhaga. Namun kematian adalah keniscayaan, tak sepatutnya kita menyesalinya.
Seperti yang diungkapkannya pada sajak terakhir yang ditulisnya:
".....
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah

Tuhan, aku cinta padamu
......."

Kematian, sepatutnya disikapi sebagai satu proses, kembalinya manusia
kepada sang Khaliq, sebuah pintu untuk menuju cinta yang maha agung


Untuk W.S Rendra : semoga cintamu disambut oleh Allah, amin...

Thursday, August 6, 2009

Untuk Dia Yang Datang Dengan Resah

Maaf, sejenak telah memunggungi mu
Saat kau datang dengan sejumput resah
Bukan inginku sebab kita tak hanya berpusat dalam satu poros
Aku, kamu
Kita berdiri dalam lingkaran-lingkaran yang saling terhubung
Ada kalanya kita dalam satu Lingkaran, namun ada waktu aku harus menyeimbangkan putaran hari


Maaf, bukan inginku
Tapi bumi berotasi dan aku harus turut serta
Agar sempurna siklus dalam lingkaran hidup ku
Namun, tetaplah yakin
Kau telah ada dalam lingkaranku
Tunggulah sejenak, karena siklus yg berputar akan membawa kita pada satu titik yang sama lagi

untukmu:



Friend, maaf kemaren aku lagi ada diskusi. Dan telphonmu begitu sukses menjadi jeda, sejenakbisa mencairkan ketegangan. AKu ingin sekali berlama2 mendengar apa yang akan kau katakan tetapi, sungguh itu bukan waktu yang tepat.

Jadi kujanjikan waktu semalam suntuk sebagai penggantinya tetapi ternyata kamu memilih diam... yah mungkin kecewa, aku tak menyalahkanmu. Dan bila semua terlanjur basi, dan kau anggap tak perlu dibahas lagi, it's ok... karena aku sadar, kadang seseorang butuh sendiri, untuk berdamai dengan sepi dalam hatinya



raksaka, 060809

Wednesday, August 5, 2009

Lethong

L elakoning manungso
E ling ora eling nanging akeh laline
T umrap ati tansah ngugemi kekarepan
H andarbeni, murka sedaya
O,bocah jejuluk toernip
N alika waras tansah nglimpekake
G endeng dadi memedi marang para master

(dedicated to ohm, the real master killer)



Ini sebenarnya hanyalah sebuah 'kelakar' yang spontan terbetik ketika dalam forum ( yang saya aktiv didalamnya) selalu saja diulang2 disebut-sebut kata 'lethong'. Entah apa sebenarnya makna 'lethong' dalam diskusi tersebut yang pasti setiap orang mampu menciptakan makna yang beraneka ragam, sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan kepada siapa kata tersebut ditujukan. Sebuah kelakar yang mulai membosankan, jadi saya memutuskan untuk sedikit menggubahnya agar tidak bosan, hehehe...



Raksaka, 050809

Tuesday, July 28, 2009

Kembang Api

menyitir getir serpihan kembang api,
seharusnya gegap gempita perayaan kemenangan namun :
yang ada hanya tangis dan amarah


Sungguh kebohongan yang begitu indah


Maafkan aku bila menolak semua itu sebab,
Yang kutahu perayaan seperti itu milik kami
Yang kau adopsikan untuk menjebak kami

Sungguh rendah!


Nyalakan kembang api itu,
Rayakan kemenangan tuan lalu
Lemparkan segala arang dan juga sangit mesiu kepada kami


Kami akan tetap menjadi penghuni surga itu
( Amin.... )


Raksaka, 2 dinihari 280709

Thursday, July 9, 2009

The Phœnix and The Turtle

by :WILLIAM SHAKESPEARE

Let the bird of loudest lay,
On the sole Arabian tree,
Herald sad and trumpet be,
To whose sound chaste wings obey.

But thou shrieking harbinger,
Foul precurrer of the fiend,
Augur of the fever's end,
To this troop come .......

Read more open here:



The Phœnix and The Turtle


by :WILLIAM SHAKESPEARE


Let the bird of loudest lay,
On the sole Arabian tree,
Herald sad and trumpet be,
To whose sound chaste wings obey.

But thou shrieking harbinger,
Foul precurrer of the fiend,
Augur of the fever's end,
To this troop come thou not near.

From this session interdict
Every fowl of tyrant wing,
Save the eagle, feather'd king:
Keep the obsequy so strict.

Let the priest in surplice white
That defunctive music can,
Be the death-divining swan,
Lest the requiem lack his right.

And thou treble-dated crow,
That thy sable gender mak'st
With the breath thou giv'st and tak'st,
'Mongst our mourners shalt thou go.

Here the anthem doth commence:
Love and constancy is dead;
Phœnix and the turtle fled
In a mutual flame from hence.

So they lov'd, as love in twain
Had the essence but in one;
Two distincts, division none:
Number there in love was slain.

Hearts remote, yet not asunder;
Distance, and no space was seen
'Twixt the turtle and his queen:
But in them it were a wonder.

So between them love did shine,
That the turtle saw his right
Flaming in the phœnix' sight;
Either was the other's mine.

Property was thus appall'd,
That the self was not the same;
Single nature's double name
Neither two nor one was call'd.

Reason, in itself confounded,
Saw division grow together;
To themselves yet either neither,
Simple were so well compounded,

That it cried, 'How true a twain
Seemeth this concordant one!
Love hath reason, reason none,
If what parts can so remain.'

Whereupon it made this threne
To the phœnix and the dove,
Co-sapremes' and stars of love,
As chorus to their tragic scene.

THRENOS.

Beauty, truth, and rarity,
Grace in all simplicity,
Here enclos'd in cinders lie.

Death is now the phœnix' nest;
And the turtle's loyal breast
To eternity doth rest,

Leaving no posterity:
'Twas not their infirmity,
It was married chastity.

Truth may seem, but cannot be;
Beauty brag, but 'tis not she;
Truth and beauty buried be.

To this urn let those repair
That are either true or fair;
For these dead birds sigh a prayer.


source: http://absoluteshakespeare.com/poems/phoenix_and_turtle.htm

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License

Monday, July 6, 2009

Nothing Gold Can Stay

Nature's first green is gold,
Her hardest hue to hold.
Her early leafs a ....

Read More Open Here:



Nothing Gold Can Stay

by : Arthur Conan Doyle (1859 – 1930)


Nature's first green is gold,
Her hardest hue to hold.
Her early leafs a flower;
But only so an hour.
Then leaf subsides to leaf.
So Eden sank to grief,
So dawn goes down to day.
Nothing gold can stay.

source: http://www.poetry.com/greatestpoems/poem.asp?id=476

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License

Raih Tanganku

Jangan kau lempar lumpur dari galian busuk buatanmu!
Hanya karena kau tak kuasa menemukan harta karun, yang kita sama tahu
: semua itu hanya dongeng masa lalu



Habiskan saja semua tenagamu, menggali dan memunguti belatung
Hamburkan semua mimpimu untuk kau berikan pada rayap dan cacing tanah
Sadarlah, kau menggali terlalu dalam untuk bangkai!



Sudah akhiri saja dan biarkan sejarah mengubur semua dongeng busuk itu
Raih tanganku sobat,
Meski kita sama tahu bagaimana nasib kita esok hari
Setidaknya, kita tak terjebak di kubangan yg semakin membusuk itu!

raksaka, 6 juli 09 : sebuah catatan untuk kau dan aku di pagi hari

Thursday, June 25, 2009

Sekuntum Matahari di Atas Pusara

.
Ada jeda yang tak terukur jarak dan waktu
Meski coba kujengkali dan telah lewat berkali-kali putaran bumi
Menembus alam bawah sadar, alam keabadian
Senyumu kadang hadir menemani malamku, masih saja…

Seperti malam tadi engkau tiba-tiba hidup dan begitu nyata
Lalu diam-diam kau tinggalkan sekuntum bunga matahari di pagi hari,
meski tanpa catatan dan nama terang : aku tahu kau datang lagi malam tadi


apakah yang hendak kau katakana kepadaku?
Apakah yang kau inginkan lagi dariku?

Mungkin aku terlalu tuli untuk mendengar
Seperti saat hari-hari lalu kau selalu mengingatkanku
Tentang apa saja yang bisa kau jadikan alas an untuk membuka satu ceramah membosankan
Ah… kenapa semua itu jadi begitu kurindukan?

Secangkir kopi dingin dan kelabu asap tembakau
Mengental dalam diamku, tiba-tiba aku terhenyak:
Aku terlampau lama lupa

Lupa waktu
Lupa diri
Lupa segalanya

Hanya saja ada satu hal yang ingin kulupakan tetapi tetap tinggal dan menjadi sekam dalam kepalaku
Kepergianmu, terlampau cepat…… hanya meninggalkan jejak
Sekuntum Bunga matahari di atas pusara dingin


raksaka, 25 juni 2009 : catatan pagi

FREE

by : Eugene O'Neill



Weary am I of the tumult, sick of the staring crowd,
Pining for wild sea places where the soul may think aloud.
Fled is the glamour of cities, dead as the ghost of a dream,
While I pine anew for the tint of blue on the breast of the old Gulf Stream.

I have had my dance with Folly, nor do I shirk the blame;
I have sipped the so-called Wine of Life and paid the price of shame;
But I know that I shall find surcease, the rest my spirit craves,
Where the rainbows play in the flying spray,
'Mid the keen salt kiss of the waves.

Then it's ho! for the plunging deck of a bark, the hoarse song of the crew,
With never a thought of those we left or what we are going to do;
Nor heed the old ship's burning, but break the shackles of care
And at last be free, on the open sea, with the trade wind in our hair.


source: http://www.love-poems.me.uk/o_neill_free.htm


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License

Thursday, June 4, 2009

Don Juan's Serenade

by : Aleksey Konstantinovich Tolstoy

Darkness descends
on Alpujara's golden land.
My guitar invites you,
come out my dear!

Whoever says that there are others
who can be compared to you,
whoever burns for your love,
I challenge them all to a duel!

Now the moon
has set the sky alight,
come out, Nisetta, oh come out, Nisetta,
on to your balcony, quickly!

From Seville to Granada
in the silence of the nights,
one can hear the sound of serenades
and the clashing of swords.

Much blood, many songs,
pour forth for the lovely ladies;
and I, for the loveliest one of all
am ready to give my song and my blood.

Now the moon
has set the sky alight,
Come out, Nisetta, oh come out, Nisetta,
on to your balcony, quickly!


source: http://www.poemhunter.com/poem/don-juan-s-serenade/


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.

Bitter Kiss

Kelamnya ingatan tentang kau, aku

Dosa, adalah beku yang kau tinggalkan

menjalar dari bibirmu ke bibirku, turun dan membunuh pelita dalam hatiku

sempat kau nyalakan, sekejap pijar, lalu tanpa ampun kau padamkan

ah…..

hatiku makin mati rasa

* hari ini tiba2 aku ingat kamu*

(Raksaka, Magelang, 16 mei 09 : 7.30 malam)

Tuesday, June 2, 2009

JAGAD LELAKI

Aku terlahir sebagai lelaki

Dadaku telah penuh sesak pengharapan dan kepercayaan

Yang sejak kanak dulu dijejalkan oleh ayahku

Karena pundaknya semakin bungkuk

Dan matahari semakin sinis mengais sisa hitam rambutnya

.

Bumi yang kupijak menjelma

Bayang-bayang mengabur, menyitir mimpi dalam getir

Langkah tak kuasa mencetak jejak

Beribu rencana terlahir untuk sampyuh menjadi bangkai

Sebelum sempat esok kuadu dengan hari

.

Betapa saat seperti ini

Ingin kuingkari pagi dan kusanding malam

Karena dari gelap yang tersembunyi

Aku leluasa mereka-reka, setidaknya satu lagi rencana

Mungkin ia cukup tangguh untuk kuadu esok hari

.

Lelaki sepertiku,

Yang percaya sepenuh hati dongeng ayah

Kuyakini sepenuh hati dipundak lelaki tersandar beban

Hanya akan hidup dalam mimpi saja

Karena hari esok menjelma jalan entah kemana

.

Zaman seperti ini,

Yang tak lagi memandang ramah

Menguji keyakinan dengan tamparan telak yang kadang,

Mengunci langkah dan kata dalam sunyi

Membunuh rasa dan karsa dalam sepi

.

.

O, jagad lelaki yang kutanggung

Serpihan kaca retak berderak, dihantam zaman yang beringas

Meninggalkan lelaki letih mencoba menjadi karang

Meski tahu,

Esok…….entah jalan mana lagi yang akan ditempuh



raksaka. 15 des 06

Sunday, May 31, 2009

PEMANAH MIMPI

Sssst…..! diam!

Jangan berisik, melangkahlah dalam kuluman sunyi

Berdirilah dibalik gelap dan melihatlah menembus pekat

Berharaplah busur masih bisa terlengkung setelah kemarin diadu dengan matahari

Kita ini lelaki yang ditakdirkan sebagai pemburu

Meski siapa diburu dan siapa memburu kian tak jelas

.

Hutan belantara, padang rumput milik kita

Adalah beribu harapan yang tumbuh seperti alang-alang tercabut

Digilas tanpa belas robek dalam tikaman realita

Meski begitu, kita tetap harus berburu

Karena hidup kita esok tak ada yang peduli

Maka tulislah hidup esok dengan panah-panahmu sendiri

.

Janganlah sekalipun lena,

Mungkin akan ada satu mimpi yang lewat

Maka saat itu, yang tidur akan menyesal

Karena di belantara kita yang telah terampas ini, mungkin mimpi cuma lewat sekali

Maka jangan pernah terlena

Tak ada waktu untuk bersedih dan mengeluh letih

.

Selalu bersedia meski malam datang

Karena digelapnya kita bisa sembunyi sementara waktu

Mengatur posisi dan mengintai

Mungkin kita akan menemukan satu kesempatan

Untuk melepaskan panah yang mulai berkarat

Dan esok, kita akan berpesta menikmati mimpi

raksaka; Magelang 14 Des 2006

Saturday, May 30, 2009

BAHASA

Kuli-kuli bicara bahasa batu

Kata kata merekaa keras kepala lebih lagi

Hari hari mereka adalah terik mentari, keringat dan sebatang rokok kretek

Menemani gunjingan-gunjingan porno

Preman-preman kampung bicara bahasa ular

Mendesis-desis setengah berbisik, setengahnya mengancam

Hari hari mereka adalah leliku kelam, parfum murah pelacur salah zaman dan sebotol topi miring

Beradu tajam tipuan terkadang sajam

Kontraktor pemborong bicara bahasa uang

Kata kata adalah perhitungan untung rugi

Hari hari adalah perencanaan dan progress pekerjaan

Beradu akal bulus buat memperbuncit perut

Pengembara nyasar sepertiku, baiknya sedikit saja bicara

Lebih aman buat berdiri di pinggir dan menajamkan mata-telinga

Supaya dapat menemukan dimana batu dimana ular

Biar bisa duduk dengan aman

Sebelum melanjutkan mengarungi tanah antah berantah ini

Walau tanpa peta yang sempurna, karena

Pengembara sepertiku selalu tak pegang uang

( kalo pegang uang tentulah aku ingin mengembara ke pelancongan)

Raksaka, Cisauk 27 Agustus 2008

Cuaca Menuntut Keadilan

Mengamuk, mencabut dan hempaskan!

Cuaca yang terluka merangsek menerjang

O, betapa menakutkan murka ibu!

Tak kusalahkan kau melainkan kamilah yang melakukan dosa

Setelah apa yang kami perbuat dengan pepohonan, tanah udara dan air, anak-anak yang kau lahirkan lebih dulu

Setelah rakus perut kami mencerna habis mereguk susumu hingga kering

Yang mestinya kami jaga untuk kelahiran generasi sesudah kami

Dan hanya kami tinggalkan sampah dan juga tanah-langit cemar maka,

Inilah dosa yang harus kami tanggung

Mungkin juga langit terlampau muak

Menuntut balas atas pembunuhan demi pembunuhan yang kami lakukan pada nurani

Mendakwa dan mempertanyakan segala leliku hitam jelaga

Dan mengungkit segala kepalsuan kami untuk mengkamuflasekan borok borok kami

Mengamuk, meraung dan menggelegar!

Hujan angin dan guntur

Menciutkan nyali kami…O, betapa nyata kerdil kami

Maafkan kami Ibu,

Ampuni kami, Tuhan….


(Raksaka: Cisauk, 28 Agustus 2008, tribute buat angin puting beliung sore hari)

Friday, May 29, 2009

Elegi Hujan Jakarta

Kenapa tak kutemui sama?

Dimana saat mendung disambut dengan senyum dan harapan, tetes pertama adalah darah yang kembali mengalir

Setelahnya mimpi terajut dalam pelangi warna-warni

Dan bumi seperti remaja kenes, merias diri dengan pernik hijau rumput dan warna bunga-bunga

Dan wangi parfum yang semerbak, wangi tanah basah dan alang2 membiusku

Tapi disini….?

Dikota ini mendung disambut rasa curiga dan cemas

Tetes pertama adalah caci maki berarti derita

Karena setelahnya bumi muntah segala penat dari seluruh luka

Yang telah lama busuk menahun nanah tertahan

Ah…. banjir datang lagi?

(raksaka: Jakarta, 25 Agustus 2008)

Thursday, May 28, 2009

DEATH IS A FISHERMAN

by :Benjamin Franklin


Death is a fisherman, the world we see
His fish-pond is, and we the fishes be;
His net some general sickness; howe'er he
Is not so kind as other fishers be;
For if they take one of the smaller fry,
They throw him in again, he shall not die:
But death is sure to kill all he can get,
And all is fish with him that comes to net.

Source : http://www.poetry-online.org/scott_sir_walter_border_ballad.htm

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.

The Road Not Taken

by Robert Frost


Two roads diverged in a yellow wood,
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth;
Then took the other, as just as fair,
And having perhaps the better claim,
Because it was grassy and wanted wear;
Though as for that the passing there
Had worn them really about the same,
And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black.
Oh, I kept the first for another day!
Yet knowing how way leads on to way,
I doubted if I should ever come back.
I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence:
Two roads diverged in a wood, and I-
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.

source : http://famouspoetsandpoems.com/poets/robert_frost/poems/528

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.

Wednesday, May 27, 2009

Let It Go

Laut pasang,

Angin Buritan,

Kompas yang terbuka:

Peta telah digelar

Maka angkatlah sauh yang memberatimu bila;

Kau ingin berlayar ke laut lepas
( let it go, Pai… you’ll not going to anywhere if you can’t let it go! )

Raksaka, 14 Juli 2008

BATAS GAMANG

Sejuta rintih,
Hujan yg tak juga reda….
Mengandung benih pelangi

(Haruskah aku tumbang sekarang?)

Bilik Raksaka :magelang, 11 juni 2008

Penjaga Hati

Suaranya bening meski,

terkubur riuh caci maki ratap dan juga tawa

Matanya tajam meski,

Dipaksa buta gemerlap dan warna-warni dunia

Telinganya peka meski,

Ditutup puja-puji sanjungan yang melenakan

Kata-katanya bijak meski,

Diingkari ego keserakahan ambisi dan kesombongan

Namun ia tetap hidup walau kita coba menfikan dan membunuhnya

Cobalah bunuh dia dan kuburkan dalam debu serta jelaga hitam

Tak akan mati ia kecuali akan datang dalam sepimu,

lalu laksana hakim ia akan menuntut hak yang kau rampas

Dia si penjaga hati

Nyawa dari rasa

Nafas dari kasih sayang

Darah bagi kebajikan

Bersama sabda agung Kun Faayakun saat setetes air hina membentuk darah dan daging,

Ia, si penjaga hati disemaikan untuk bersama tumbuh dalam diri kita

Lalu bagaimana bisa kehidupan kita akan terlepas darinya?

Ia hidup dalam diri kita namun seringkali kita mengingkarinya

Kesombongan manusia?

Ataukah ini kebodohan manusia ?

Cobalah berdamai dengan sepi

Agar tabir terbuka dan kita bisa mendengar dengan telinganya,

melihat dengan matanya,

berkata dengan bahasanya,

menyentuh dengan rasanya,

Cobalah sejenak kau tutup mata fanamu,

kau tulikan telinga duniamu dan

kau matikan rasa indrawimu

Sesungguhnya matamu, telingamu, hidungmu, lidahmu, kulitmu

Adalah dinding yang tebal yang menjauhkanmu dari makna sejati

Makna sejati penciptaan manusia

Maka kenalilah ia,

Ada yang memanggilnya nurani, sedang aku menamainya:

Si Penjaga Hati

Magelang, 27 Okrtober 2007

HUJAN DALAM HATI

Hujan itu,
Selayaknya tak lagi turun
Seiring musim yang berlalu mengubur seteru
Kecamuk badai yang singgah di hatimu harusnya berlalu
.
Betapa keras usaha menghapus jejak mendung di sudut matamu
Sembunyi di balik mantra kata dan tawa,
berdalih lewat mentari yang kau perangkap-paksa di bibirmu
Untuk apa, bila hujan tak juga reda?
.
Meski tak menderas dan meninggalkan jejak di sudut mata
Suara rinai dan dingin,
kutahu menusukkan jarum-jarum beku di dadamu
Mengalirkan sungai-sungai tak terangkum dalam peta
.
Kau terjebak dalam mantra dan tawa parau
Terbakar oleh mentari yang berontak di bibirmu
Dan kau makin hanyut dalam sungai-sungai gelap tak bermuara
Menyeretmu dalam siklus hujan tak putus di gelap langit hatimu
.
O, berhenti saja terus mengingkari
Mengapa tak kau coba lebih mengenal luka?
Jangan kau lari….. karena,
luka adalah satu kepingan yang membentuk hati manusia
.
Lihatlah, siapa yang tak hidup dengan luka?
Kalau kau mau….sebentar saja untuk merenung
Lihatlah, hujan di langitmu juga menyemai badai di dadaku
Kau tak sendiri!
.
.
Maka biarkan luka jangan kau ingkari
Ia bangkai yang terurai menyuburkan dataran hati
Agar pepohonan tumbuh mengakar kuat,
Lebih kuat untuk menyambut badai yang pasti datang, seiring musim yang pasti kembali

Magelang, 14 Des 06, After Rain

A Dream Girl

A poet by Carl Sanburg

You will come one day in a waver of love,
Tender as dew, impetuous as rain,
The tan of the sun will be on your skin,
The purr of the breeze in your murmuring speech,
You will pose with a hill-flower grace.

You will come, with your slim, expressive arms,
A poise of the head no sculptor has caught
And nuances spoken with shoulder and neck,
Your face in pass-and-repass of moods
As many as skies in delicate change
Of cloud and blue and flimmering sun.

Yet,
You may not come, O girl of a dream,
We may but pass as the world goes by
And take from a look of eyes into eyes,
A film of hope and a memoried day.


source :http://www.poetry.com/LovePoems/lovepoem.asp?id=532

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.

Monday, May 25, 2009

TAK TAHU DIRI

Betapa masih,
Aku berhitung tentang pahala dan dosa;

seperti pedagang culas
Menakar-nakar apa yang telah Kau beri;
apa yang kuberi?

O, betapa keserakahan, keangkuhan dan kepicikan
Lebih dekat dari detak jantung, hingga luput terlihat olehku…..

Ampuni hamba…… ampuni hamba…..!!!!
Magelang, 12’04’06

Saturday, May 23, 2009

KEPALA BATU

Berderak retak,

Kata-kata berserak dalam lingkar sepi

Kau tutup rapat pintu dan jendelamu,

Mengurung diri dalam kamar ego mu

Ah, bosan aku memanggil-manggil dirimu

Waktu berlalu dan kau tak berubah

Masih saja batu bernyawa

Magelang,2 Juni 07

Friday, May 22, 2009

Puisi Rahasia

Kucari bentuk, remuk…..

Kacuri Hati, mati!

Kucuri cahaya, padam….

Kau cari jalan, terjal!



Setangkai demi setangkai ilalang rebah di penghujung senja

Sembunyi dari bayang-bayang matahari,

haruskah hari ini lagi lagi terlewati dalam bayang bayang?



Kaucari bentuk, remuk…..

Kucuri hati, mati!

Kaucuri cahaya, padam….

Ku cari jalan, terjal!

(pada senja kita tuliskan puisi rahasia)

Magelang, 120507

AKU BUKAN KARANG

Mendung tak tercatat disudut mata,
bukan berarti hujan tiada.

Ia menderas, hanya dilangit gelap:
hati yang kedinginan dalam sepi dan nyeri.

Kulit tak koyak oleh luka,
tak berarti darah tak mengucur.

Ia menganak sungai, hanya dicabik rindu:
harapan yang tersembelih dalam sepi dan nyeri.

O, Betapa aku letih kau gambar sebagai karang!

(Magelang, 19’10’96)

Thursday, May 21, 2009

KUBUR BEKU

Kubur beku

Setangkai kamboja layu galau
Mencoba bertahan diranting pucat pasi
Wahai, angin….sudilah sejenak berhenti

Liahatlah…..meski tak senyaman rumah,
Namun ku tahu kau terlanjur pulas terbaring diam
Menyisakan sebulir janji yang terperangkap dalam setetes air mata yang nyaris kering
Wanita yang terlanjur kaku……diantara kita masih ada seteru

Membungkam kata-kata kita terlalu lama terperangkap
Jalan-jalan, persimpangan dan kekecewaan
Semua itu tak berarti lagi
Semua itu tak lagi sempat terlintas dalam benakku
Terlambatkah aku untuk sekedar meminta maaf?

Kubur beku

Setangkai kamboja layu galau
Mencoba bertahan diranting pucat pasi
Wahai, angin….titip maaf yang belum sempat terucap……

(Dark memories…
.rest in peace, Re yg manis….)

ES dan API

Masih terdiam oleh dingin memamah balung sumsumku
Tak puas rupanya setelah semalaman,
dan malam-malam sebelumnya ia rakus menghabisi jantung-hatiku,
O, kebekuan ini….
Tak juga cair meski sungguh putus asa sekian lama mencari-cari
Sedikit bara yang kau renggut dariku

Api di dadamu…..
Gunung es didadaku
Semestinya kita bisa bersepakat untuk saling mengisi dada kita
Dan kita akan terbebas dari luka kita masing-masing namun,
Kau memilih pergi dengan nyala dendam didadamu,
Dan kau wariskan sebongkah luka yang dulu membekukanmu bertahun-tahun

Luka….
Biar sedingin es atau sepanas api,

Sama saja…!!!

Raksaka, ditulis dipagi yang dingin 130307

Tuesday, May 19, 2009

LELAKI DI TENGAH HUJAN

Lelaki yang terdiam di tengah hujan,
Untuk siapa kau menunggu?

Lihatlah satu lagi musim telah lewat, satu lagi mimpi berkalang luka
Sampai kapan kau bertahan;
sampai kapan kau menahan?

(Ah, biar saja ku menunggu hingga membatu
Karena janjiku bukanlah untuk musim
Harapanku lebih bernyawa
dari mimpi yang hanya hidup dalam lelap
Kau tak kan pernah mengerti, hanya yang rindu bisa tahu
Dan, biar kuberitahu
Yang kau lihat sebagai luka, ini adalah air suci yang membilas semua sifat angkuhku)

Lelaki yang terikat oleh janji,
Untuk apa terus teguh?

Lihatlah satu demi satu mereka mencemooh
Tak sadarkah semua kata-kata terlalu purba untuk terucap?
Dan tak ada lagi yang tersisa selain sejarah ditelan waktu

(Tahu apa kau?!
Padanya kutemukan cahaya yang menuntun hidupku
Mendekapnya adalah hela nafas dan detak jantungku
Saksikanlah…….padanya hidupku menuju
Kau tak kan bisa menjauhkan aku meski kau terus mencoba
Dan, biar kukatakan kepadamu;
Janji ini bukanlah ikatan, tapi kekuatan
Hanya yang menanti bisa ngerti)

Dan hujan makin deras menemani lelaki itu
Yang setiap hujan turun, berjalan sendiri sambil menyanyikan lagu rindu

(Magelang, 070307……midnight rain)

ROTASI

Malam hitam, penat menanggung rembulan
Malu-malu dia datang dalam temaram,
untuk siapa?
Sembunyi saja selamanya dibalik kabut…..
Larilah, dan jelajahi seluas langit membentang,
Kau pasti kembali, seiring rotasi tak putus yang mustahil kau lawan…..
dan,
Pada saat itu, sekali lagi purnama
akan kujumpai diwajahmu
Sebab, itulah hidup yang harus kita
jalani
Ada kalanya hati tersabit lalu mati,
Ada kalanya hati purnama lalu
terang…..
Ah, andai kau mengerti, tentu kita tak
perlu saling diam

Raksaka Nala

Monday, May 18, 2009

CINTA SEBATANG LILIN

Nyalakanlah api itu padaku, cinta
Meski nanti seluruhku lenyap dan lebur, nyalakanlah!
Tak kusesali takdir yang mengharuskan aku hilang meleleh
Demi menjelma sedikit suluh bagi gelapmu

Namun satu pintaku kepadamu ,cinta
Ingatlah aku suatu saat nanti bila
Kau pandangi cahaya bintang ingatlah bahwa pernah
Kau punyai sekerdip terang meski tak secerlang bintang2 itu

Kuakui panas dan sakit namun
Biarlah, karena aku hanya sebatang lilin
Dan lilin tak berguna bila tak leleh terbakar
Maka ijinkalah aku berguna untukmu, cinta
Nyalakan api itu sekarang!


Raksaka Nala
Magelang, 30 September 2007

TENTANG LUKA

Jangan kau katakan aku hilang sebab,
Hanya kau tak mau mengakui keberadaanku
Jangan kau katakan aku menyakitimu sebab,
Pisau itu kaulah yg memegang hulunya

Mohon sejenak berdamailah dengan sunyi
Lalu tanyakan pada kunang-kunang yang sebatang kara itu
Dimana gerangan darah tumpah dan luka menganga
Ia akan tunjukkan kolam air mata yang bertahun melumut dalam diri kita


Raksaka Nala
(magelang, 16 oktober 2007)

TENTANG RIE

Kuhapus nomor handphone mu dari daftar phone book ku, namun
Nomormu terlanjur tercatat dalam alam bawah sadarku
Kubakar foto dirimu dalam api kemarahanku namun,
Bayangan senyummu terlanjur menjadi cahaya mataku
Kubungkam dalam sepi nyeri suaramu dari ruang dengarku namun,
Derai tawamu terlanjur menjadi detak jantungku
Kubuang semua tentangmu, kenangan hari-hari bersamamu namun
Semua itu telah menjadi bayangan yg selalu mengikutiku

Haruskah seluruh diriku hilang, baru semua tentang dirimu dapat terhapuskan?


Raksaka Nala

(Magelang,16 oktober 2007)
By three methods we may learn wisdom: First, by reflection, which is noblest; Second, by imitation, which is easiest; and third by experience, which is the bitterest.
-- confucius --

Never regret a day in your life. Good days give you happiness; Bad days give you experiences. Both are essential to life (N.N)