Mengamuk, mencabut dan hempaskan!
Cuaca yang terluka merangsek menerjang
O, betapa menakutkan murka ibu!
Tak kusalahkan kau melainkan kamilah yang melakukan dosa
Setelah apa yang kami perbuat dengan pepohonan, tanah udara dan air, anak-anak yang kau lahirkan lebih dulu
Setelah rakus perut kami mencerna habis mereguk susumu hingga kering
Yang mestinya kami jaga untuk kelahiran generasi sesudah kami
Dan hanya kami tinggalkan sampah dan juga tanah-langit cemar maka,
Inilah dosa yang harus kami tanggung
Mungkin juga langit terlampau muak
Menuntut balas atas pembunuhan demi pembunuhan yang kami lakukan pada nurani
Mendakwa dan mempertanyakan segala leliku hitam jelaga
Dan mengungkit segala kepalsuan kami untuk mengkamuflasekan borok borok kami
Mengamuk, meraung dan menggelegar!
Hujan angin dan guntur
Menciutkan nyali kami…O, betapa nyata kerdil kami
Maafkan kami Ibu,
Ampuni kami, Tuhan….
(Raksaka: Cisauk, 28 Agustus 2008, tribute buat angin puting beliung sore hari)
Kata-kata seperti sayap, membawa angan terbang ke langit khayal. Kata-kata seperti pisau, menusuk ulu hati dan melukai, atau kadang serupa mantra layaknya perisai, yang melindungi keyakinan! Kata-kata adalah nyawa yang menghidupkan sajak-sajak yang terlahir dari jiwa-jiwa yang gelisah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
By three methods we may learn wisdom: First, by reflection, which is noblest; Second, by imitation, which is easiest; and third by experience, which is the bitterest.
-- confucius --
-- confucius --
No comments:
Post a Comment