Tuesday, March 5, 2013

ALAMAT TIDAK DITEMUKAN

Pintu diketuk, mengalihkan  perhatian  Jhuan yang sedari tadi sedang mengutak-atik komputernya yang ngadat. Jhuan meninggalkan komputernya acak-acakan di meja, melangkah  ke ruang depan. Sekilas dia mengintip dari balik tirai jendela.

"Damn !” umpatnya.

Dibukanya pintu dengan wajah ditekuk demi menyambut tamu yang telah membawa mood  nya jadi buruk. Kurir pembawa paket itu terlihat gugup. Mungkin jeri melihat penampilan tuan rumah. Maklum tampang Jhuan acak-acakan. Mata merah karena semalaman begadang ‘menggarap’  komputer tua-nya yang entah kenapa, nggak mau perform seperti biasanya. Rambut ikal sebahu yang semrawut, tubuh kurus layaknya junkies, celana jeans yang entah sudah berapa abad tak tercuci, kaos kutung yang menegaskan  kekurusannya dan tak ketinggalan, tato di sekujur tubuh hingga sebatas leher yang seolah-olah berkata : ”Apa lu liat-liat? Ngajak berantem?”

“Kenapa dibalikin, Mas?”

“Eh, anu… a-alamatnya ndak jelas. Mohon dilengkapi ..ehm.. anu…atau ekspedisi kami tidak bisa mengirimkan ke tujuan…”

“Bukannya itu sudah jelas? Anak SMP aja tahu, semua orang tahu, aku tahu. Kenapa  perusahaan kalian nggak bisa menemukannya? Katanya bonafit? Apaan tuh slogan Menembus Segala Medan? Bullshit!" Jhuan gusar. Kurir tersebut makin kehilangan nyali.

“M-ma..maaf mas, eh..anuu saya ndak tahu. Saya cuma kurir. Mas -nya jangan marah ya? Anu...kalo  ndak dilengkapi, terpaksa paketnya…kami kembalikan."

“APA?! Saya kan sudah bayar?!"

“I-iya..nanti dikembalikan uangnya kalo memang ndak bisa kami kirim.” Habis sudah keberanian si kurir. Suaranya makin pelan. “Tapi...dipotong ongkos kurir.” kalimat terakhir seperti berbisik, tak urung Jhuan mendengar juga.Matanya mendelik, si kurir tertunduk.

“Ya sudah, mana?" desah Jhuan, suaranya merendah.

Jhuan mengulurkan dua tangannya untuk menerima kotak yang terbungkus sampul coklat itu. Si kurir tergagap.

“Ah..eh..apanya?”

Sekali lagi Jhuan mendelik.

“Paket saya! Katanya nggak bisa ngirim?” 

“Ndak mau dilengkapi? M-mungkin kalau lengkap bias dikir..”

“Udah, nggak usah.  Mana!” nada suara Jhuan naik satu oktaf lagi.

Jhuan kadung dongkol. Dia sudah tak ingin lagi mengirimkan paket itu. Ini adalah ke 7 kali nya kiriman paketnya kembali. Tujuh expedisi pengiriman yang berbeda telah Jhuan coba dan semuanya mengembalikan paketnya dengan alasan yang sama : alamat tidak ditemukan!



                                                            ******




Jhuan meletakkan kotak coklat itu di meja dengan sangat hati-hati, seolah itu adalah sebuah bom yang akan meledak jika terguncang terlalu keras. Kotak berbalut sampul coklat itu nampak manis meski berjejalan dengan cashing dan segala macam jeroan komputer tuanya. Di hempaskan tubuh kurusnya ke sofa, menakup kedua tangan dan lalu dua tangannya menyisir rambut gondrongnya kebelakang sambil menghela nafas. Ditatapnya lagi paket itu. Ia tak habis pikir, begitu susahnya-kah orang-orang jaman sekarang menemukan alamat tujuannya? Mungkin memang dunia sudah tak lagi mengenal atau mengetahui tempatnya? Dunia macam apa ini? Mungkin hanya anak-anak yang tahu tempatnya? Sebelum segala racun dunia menutup mata dan pikirannya? Ah, betapa sulit menemukannya.

Ah, ya...dunia yang keras, hidup yang keras. Dunia yang sama yang dihadapi Jhuan setiap hari. Dunia yang sama yang dihadapi 5 milyar manusia di bumi. Dunia yang makin absurd menurut Jhuan. Dunia yang telah membentuk Jhuan menjadi sosok yang keras karena seringkali memaksa Jhuan untuk menjadi sesuatu yang keras atau akan melumat Jhuan! Sesuatu yang makin lama mengancam keselamatan 'benda' yang ingin dia paketkan itu. Benda yang di jaman edan ini dianggap sebagai sesuatu yang lemah! Meski Jhuan tidak sependapat, tetapi dia harus beradaptasi. Dia harus membaur agar bisa bertahan hidup dan benda seperti itu, hanya akan menjadi sasaran, sebagai mangsa empuk! Dan Jhuan yang makin hari makin 'keras' itu berniat menitipkan satu-satunya benda yang dia anggap perlu diselamatkan agar tidak ikutan 'mengeras'. Dia ingin menempatkannya di tempat yang penuh kehangatan dan kasih, tetapi ternyata sulit menemukan tempat semacam itu. Sekali lagi Jhuan menghela nafas, tatapannya meredup. Masygul, dia raih paket itu. Perlahan, dengan hati-hati dan penuh perasaan, dirobeknya sampul coklat pembungkus paket itu. Dibukanya pelan-pelan dan dia melihat isinya masih utuh. Jhuan tersenyum lega, tatapannya makin berkabut.


“Untung isinya nggak rusak, ini satu-satunya milikku yang masih lumayan bagus dan tak keras. Sayang kalau hilang atau rusak. Biar kusimpan saja sementara, sampai ada yang bisa menemukan tempat terbaik untuknya….”

Jhuan dengan hati-hati mengangkat benda itu dari dalam kardus. Benda itu berdenyut lembut. Itu adalah jantung Jhuan! Pada robekan sampul coklat itu bekas pembungkus kardus paket itu, tertulis alamat tujuan yang dimaksud Jhuan. Disana tertulis: Untuk Cinta




*Dari fiksimini  akun twitter @rainzheart :
ALAMAT TIDAK DITEMUKAN. Tertulis:Untuk Cinta 






No comments:

Post a Comment

By three methods we may learn wisdom: First, by reflection, which is noblest; Second, by imitation, which is easiest; and third by experience, which is the bitterest.
-- confucius --

Never regret a day in your life. Good days give you happiness; Bad days give you experiences. Both are essential to life (N.N)