Pintu diketuk, mengalihkan perhatian
Jhuan yang sedari tadi sedang mengutak-atik komputernya yang ngadat. Jhuan
meninggalkan komputernya acak-acakan di meja, melangkah ke ruang depan.
Sekilas dia mengintip dari balik tirai jendela.
"Damn !” umpatnya.
Dibukanya pintu dengan wajah ditekuk demi
menyambut tamu yang telah membawa mood nya jadi buruk. Kurir pembawa
paket itu terlihat gugup. Mungkin jeri melihat penampilan tuan rumah. Maklum
tampang Jhuan acak-acakan. Mata merah karena semalaman begadang ‘menggarap’
komputer tua-nya yang entah kenapa, nggak mau perform seperti biasanya.
Rambut ikal sebahu yang semrawut, tubuh kurus layaknya junkies, celana jeans
yang entah sudah berapa abad tak tercuci, kaos kutung yang menegaskan
kekurusannya dan tak ketinggalan, tato di sekujur tubuh hingga sebatas
leher yang seolah-olah berkata : ”Apa lu liat-liat? Ngajak berantem?”
“Kenapa dibalikin, Mas?”
“Eh, anu… a-alamatnya ndak jelas. Mohon dilengkapi
..ehm.. anu…atau ekspedisi kami tidak bisa mengirimkan ke tujuan…”
“Bukannya itu sudah jelas? Anak SMP aja tahu,
semua orang tahu, aku tahu. Kenapa perusahaan kalian nggak bisa
menemukannya? Katanya bonafit? Apaan tuh slogan Menembus Segala Medan?
Bullshit!" Jhuan gusar. Kurir tersebut makin kehilangan
nyali.
“M-ma..maaf mas, eh..anuu saya ndak tahu. Saya
cuma kurir. Mas -nya jangan marah ya? Anu...kalo ndak dilengkapi, terpaksa
paketnya…kami kembalikan."
“APA?! Saya kan sudah bayar?!"
“I-iya..nanti dikembalikan uangnya kalo memang
ndak bisa kami kirim.” Habis sudah keberanian si kurir. Suaranya makin pelan.
“Tapi...dipotong ongkos kurir.” kalimat terakhir seperti berbisik, tak urung
Jhuan mendengar juga.Matanya mendelik, si kurir tertunduk.
“Ya sudah, mana?" desah Jhuan, suaranya merendah.
Jhuan mengulurkan dua tangannya untuk menerima
kotak yang terbungkus sampul coklat itu. Si kurir tergagap.
“Ah..eh..apanya?”
Sekali lagi Jhuan mendelik.
“Paket saya! Katanya nggak bisa ngirim?”
“Ndak mau dilengkapi? M-mungkin kalau lengkap bias
dikir..”
“Udah, nggak usah. Mana!” nada suara Jhuan
naik satu oktaf lagi.
Jhuan kadung dongkol. Dia sudah tak ingin lagi
mengirimkan paket itu. Ini adalah ke 7 kali nya kiriman paketnya kembali. Tujuh expedisi pengiriman yang berbeda telah Jhuan coba dan semuanya mengembalikan paketnya dengan
alasan yang sama : alamat tidak ditemukan!
******
Jhuan meletakkan kotak coklat itu di meja dengan
sangat hati-hati, seolah itu adalah sebuah bom yang akan meledak jika
terguncang terlalu keras. Kotak berbalut sampul coklat itu nampak manis meski
berjejalan dengan cashing dan segala macam jeroan komputer tuanya. Di
hempaskan tubuh kurusnya ke sofa, menakup kedua tangan dan lalu dua
tangannya menyisir rambut gondrongnya kebelakang sambil menghela nafas.
Ditatapnya lagi paket itu. Ia tak habis pikir, begitu susahnya-kah orang-orang
jaman sekarang menemukan alamat tujuannya? Mungkin memang dunia sudah tak lagi
mengenal atau mengetahui tempatnya? Dunia macam apa ini? Mungkin hanya
anak-anak yang tahu tempatnya? Sebelum segala racun dunia menutup mata dan
pikirannya? Ah, betapa sulit menemukannya.
Ah, ya...dunia yang keras, hidup yang keras. Dunia
yang sama yang dihadapi Jhuan setiap hari. Dunia yang sama yang dihadapi 5
milyar manusia di bumi. Dunia yang makin absurd menurut Jhuan. Dunia yang telah
membentuk Jhuan menjadi sosok yang keras karena seringkali memaksa Jhuan untuk
menjadi sesuatu yang keras atau akan melumat Jhuan! Sesuatu yang makin lama
mengancam keselamatan 'benda' yang ingin dia paketkan itu. Benda yang di jaman edan ini
dianggap sebagai sesuatu yang lemah! Meski Jhuan tidak sependapat, tetapi dia
harus beradaptasi. Dia harus membaur agar bisa bertahan hidup dan benda seperti
itu, hanya akan menjadi sasaran, sebagai mangsa empuk! Dan Jhuan yang makin
hari makin 'keras' itu berniat menitipkan satu-satunya benda yang dia anggap
perlu diselamatkan agar tidak ikutan 'mengeras'. Dia ingin menempatkannya di
tempat yang penuh kehangatan dan kasih, tetapi ternyata sulit menemukan tempat
semacam itu. Sekali lagi Jhuan menghela nafas, tatapannya meredup. Masygul, dia
raih paket itu. Perlahan, dengan hati-hati dan penuh perasaan, dirobeknya
sampul coklat pembungkus paket itu. Dibukanya pelan-pelan dan dia melihat
isinya masih utuh. Jhuan tersenyum lega, tatapannya makin berkabut.
“Untung isinya nggak rusak, ini satu-satunya
milikku yang masih lumayan bagus dan tak keras. Sayang kalau hilang atau rusak.
Biar kusimpan saja sementara, sampai ada yang bisa menemukan tempat terbaik
untuknya….”
Jhuan dengan hati-hati mengangkat benda itu dari
dalam kardus. Benda itu berdenyut lembut. Itu adalah jantung Jhuan! Pada
robekan sampul coklat itu bekas pembungkus kardus paket itu, tertulis alamat tujuan yang dimaksud Jhuan. Disana tertulis:
Untuk Cinta
*Dari fiksimini akun twitter @rainzheart :
ALAMAT TIDAK DITEMUKAN. Tertulis:Untuk Cinta
No comments:
Post a Comment